RSS

Cara terbaik masuk surga adalah dengan menjadi gila, Banarkah demikian?


 
                Beragama atau menuhankan sesuatu adalah wujud yang lahir dari salah satu insting yang dimiliki manusia, yaitu insting beragama. Jika perasaan berTuhan atau wujud mengagung-agungkan sesuatu lebih dari segalanya merupakan sebuah insting manusia, maka timbulah pertanyaan apakah kita yakin bahwa Tuhan benar-benar ada?
            Adanya tahi ayam menunjukan adanya ayam, iniu adalah kebenaran. Eksistensi ayam bila ada tahinya (bila sudah diamati dan dipastikan itu adalah tahi ayam bukan tahi-tahi yang lain). Namun untuk menjelaskan seoerti apa wujud ayam, tidak bisa lagi kepastiannya dicapai melalui pengamatan terhadap tahi ayam. Justru sebaliknya, bila ada orang yang mengaku hanya dengan mengamati sandal dan berdasarkan hanya pada sandal itu ia bisa memastikan hakekat pemakainya (wujud fisik, tanggal lahir, nama orang tua dan lain-lain) maka orang tersebut patut kita curigai, orang itu kalau bukan peramal, maka dapat dipastikan dia orang gila.
            Adanya alam semesta ini, juga keberadaan diri kita adalah fakta tak teringkari tantang adanya Tuhan. Kita adalah ciptaan sekaligus bukti keberadaan Tuhan. Tuhan itulah yang wajib kita pikirkan. Dalam islam terdapat perintah yang sangat jelas akan perintah menggunakan akal atau perintah berfikir dalam beragama atau keyakinan terhadap Tuhan. Metode berfikir adalah hal yang mendasari eksistensi sebagai bagian dari akidah, yaitu eksistensi Tuhan itu sendiri, cukup denag memikirkan alam semesta, diri sendiri dan kehidupan,maka itu kita telah membuktikan eksistensi dan kemahakuasaan-Nya. Ciptaan ini sebagai tanda akan keberadaan Tuhan. Disini terdapat unsure berfikir didalamnya.


 “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.”(Qs. Ar-Ruum:24)
            Manusia itu terbatas, sedangkan Tuhan tidak terbatas. Karena itu berbicara tentang Tuhan kita tidak bisa menggunakan akal dimana akal bersifat terbatas. Iman itu tidak bisa dipikir-pikir, ia adalah persoalan keyakinan. Mungkin banyak yang berpendapat demikian, iman itu bukan untuk dipikirkan tapi untuk diyakini. Apa bedanya agama dengan sains  jika sama-sama harus difikirkan?. Jika demikian, lalu apa yang menjadi tolak ukur keyakinan? Apakah keyakinan yang kita anut bisa menjanjikan kebenaran? Nah disini letak persoalannya. Ungkapan “Benar” mesti terkait dengan persoalan berfikir atau pemikiran. Palagi benar itu sendiri adalah bukan suatu ungkapan yang menunjukan kepada benda/fisik. Tidak ada wujud dari benar itu sendiri. Mau tidak mau harus dikatakan bahwa benar ini adalah suatu ungkapan yang mewakili suatu pemikiran, suatu kesimpulan dari proses berfikir. Membenarkan atau tidak membenarkan sesuatu tak lepas dari aktivitas akal.
            Pengesaan Tuhan merupakan pondasi dari agama islam. Pondasi ini diterima dengan melalui proses berfikir. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia-manusia yang mengikuti agama-agama yang legal di luar pondasi tauhid ini disebut sebagai orang-orang bodoh, karena tidak menggunakan akal. Bahkan pada hakekatnya, tidak ada yang benar-benar takut kepada Allah SWT  kecuali orang-orang yang berilmu saja.

“ Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(Qs Faathir:28).
            Berbeda dengan islam, faham agama Kristen (baik katolik maupun protestan) malarang umatnya melarang umatnya menggunakan akalnya dalan beragama. Meskipun sosok yang mereka Tuhankan menampakan ketidak kuasaanya, mereka adem ayem saja tanpa berusaha untuk memikirkannya untuk mencari tahu kebemarannya. Ketika Tuhannya ditelanjamgi dan mati di tiang salib (wah hebat Tuhan bisa mati juga) mereka menganalogikan dengan angan-angan bahwa tuhan telah menyelamatkan umat manusia. Tuhan mati untuk menebus dosa manusia. Enak sekali, manusia yang berdosa mengapa tuhan yang menebusnya. Keren sekali tuhan mereka. Dia yang membuat scenario sekaligus men jadi sutradara, Dia pula yang menjadi pemainnya. Ada-ada saja tuhan mereka itu.
            Bila dengan “tidak berfikir tapi dengan meyakini saja”  seperti yang orang Kristen nyatakan akan menghantarkan kesurga, berarti cara terbaik untuk masuk kesurga adalah dengan menjadi gila. Karena itu kita tinggal berpikir bagaimana membuat pil yang paling ampuh untuk membuat gila. Lalu bagaimana dengan kita sebagai orang islam? Manusia itu terbatas, akalpun terbatas. Namun uniknya keterbatasan itu disadari dengan cara berfikir. Semakin kita berfikir semakin sadar pula kita akan keterbatasan yang kita miliki, dengan itu semakin tebal pula keimanan kita. Alangkah indah hidup ini jika kita selalu berfikir rasional tapi tetap beriman disbanding kita selalu beriman tapi hanya berangan-angan.





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar