BIDANG PTKP
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
Islamic Association Of University
Students
KOMISARIAT TARBIYAH WALISONGO SEMARANG
Office : Graha Bina Insani Lt. 2
Jl. Ringinsari II/06 Ngaliyan Semarang
TERM OF REFERENCE (TOR)
DISKUSI EKSTERNAL DAN LINTAS OKP DI LINGKUNGAN IAIN WALISONGO SEMARANG
YANG DISELENGGARAKAN
OLEH HMI KOMISARIAT TARBIYAH
“POLEMIK KENAIKAN HARGA BBM”
(DALAM HEGEMONI, KAPITALISME, ELITIS POLITIK SERTA
MAHASISWA SEBAGAI AGEN OF CONTROL SOSIAL)
A. Latar belakang
Isu kenaikan BBM yang direncanakan pemerintah pada
tanggal 1 april yang lalu telah menimbulkan ketegangan dan kepanikan
masyarakat. Demo secara sporadis dilakukan di seluruh bagian Indonesia sebagai
respon masyarakat atas rencana pemerintah tersebut. Karena bagaimanapun harga
BBM, nafas rakyat tidak bisa senaknya saja dinaikan semntara pemerintah tak
pernah berfikir visioner menciptakan sumber energi alternatif dan menyelamatkan
cadangan energi kita selama 14 tahun terakhir ini. Lalu para mafia minyak, koruptor di partai,
birokrat yang memakan anggaran kesejahteraan rakyat di biarkan begitu saja.
Rakyat tidak bodoh, rakyat tahu bahwa kecendrungan yang terlihat dari keinginan
penaikan BBM semata-mata karena
ketidakmampuan pemerintah keluar dari jebakan intervensi kapitalis asing yang
ingin menghapus subsidi dan membiarkan harga BBM berjalan sesuai pasar.
Untuk itu di tengah perang politik dan kepentingan
dalam arena kenaikan BBM menjadi bahan renungan bagi kita sebagai warga negara
bangsa ini untuk menumbuhkan kritisme sosial dan politik transaksional. Tidak
cukup memberikan penilaian dan penjelasan sebatas apa yang terlihat, karena dibalik panggung drama kenaikan BBM, ada
intervensi politik jangka panjang yang sedang di-design para elit politik kita.
Namun akhir-akhir ini, semakin sering digunakan jargon anarki untuk menunjukan
ketidakpuasan terhadap pemerintah. Memang secara etimologi, bila pemerintah
yang sah gagal menjaga ketertiban umum, bila undang-undang tak lagi bermakna,
bila peraturan seakan-akan tak pernah ada, bila ketertiban hanya merupakan masa
lalu, atau bila kekacauan merupakan sesuatu yang dapat ditemukan di mana-mana,
maka istilah anarki menjadi istilah yang sah saja untuk digunakan.
Keadaan ini jika dikaitan
dengam tipologi posisi kecendekiawan, menurut Gramsci akan tampak sebagai
berikut: Gramsci menbagi cendekiawan menjadi empat tipologi yaitu (1)
Cendekiawan Tradisional, yang menjadi penyebar ide dan mediator antara massa
rakyat dengan kelas atasnya; (2) cendekiawan Organik, yang dengan badan
penelitian dan kajian yang dimilikinya berusaha memberi refleksi atas keadaan,
tetapi biasanya terbatas hanya untuk kepentingan kelompoknya sendiri; (3)
Cendekiawan Kritis, adalah kelompok yang mampu melepaskan diri dari hegemoni
penguasaan elit penguasa yang sedang memerintah dan mampu memberikan pendidikan
alternatif bagi proses pemerdekaan; dan (4) Cendekiawan universal, yang selalu
memperjuangkan proses peradaban dab struktur budaya dalam rangka memanusiakan
manusia agar harkat dan martabatnya dihormati.
Yang menjadi persoalan
sekarang, tipe cendekiawan mana yang hendak lebih dikembangkan? Tentu saja
tidak mudah menjawab pertanyaan ini, lebih-lebih apabila kehendak menjatuhakan
pilihan tersebut semata-mata didasarkan pada harapan bukannya kenyataan. Karena ketika berbicara tentang demokrasi, sering
kali kita terbentur pada kenyataan di lapangan. Mengapa setelah melaksanakan
demokrasi prosedural, kondisi Indonesia
tak kunjung sembuh? Ini adalah pertanyaan penting ketika mendengar
pujian yang dilontarkan seiring
berjalannya praktek pemerintahan di era SBY. Kiranya sudah banyak sekali diskusi diadakan utuk mencari jawaban. Maka
pertanyaan-pertanyaan penting ini butuh segera jawabannya di saat kita ada pada
kegembiraan merayakan pesta “DEMOKRASI” di Indonesia yang banyak mendapat
capaian-capaian dahsyat, disamping itu juga pencapaian yang memalukan.
Melihat itu, pemerintah umumnya cenderung menutupi
segala problematika baik intern maupun ekstern tentang bagaimana sistematika
kebijakan yang ada. Meraka yang dulunya menggembor-gemborkan demokrasi, namun apakah arti dari demokrasi itu. Benarkah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat, atau sudah mengalami distorsi orientasi menjadi dari rakyat, oleh golongan dan untuk pribadi.
Ini yang sedang kami pertanyakan bagi negeri kami. Dimanakah demokrasi kita?
Seperti apakah demokrasi yang ideal? Demokrasi yang mampu menjawab dari setiap
nalar kritis mahasiswa. Dimana mahasiswa mampu mengaktualisasikan darinya dalam
berbagai kegiatan dan kebijakan disamping bergulat dengan dunia keilmuan yang
ditekuninya.
Hal itu ditinjukan demi memantapkan status yang
dimilikinya sebagai agen sosial dan agen perubahan. Sejarah
telah mencatat bagaimana sepak terjang mahasiswa sebagai garda terdepan
perubahan di negeri ini. Sebagai contoh bisa kita lihat bagaimana perjuangan
mahasiswa/pemuda dalam merebut kemerdekaan dan dalam era reformasi. Hal
tersebut dikarenakan perjuangan mahasiswa terorganisir dengan apik dan
mempunyai kesamaan visi dan misi. Sehingga mempunyai arah perjuangan yang jelas
yaitu demi republik tercinta ini.
Namun
sayangnya demokrasi mahasiswa pasca reformasi ini mengalami pergeseran yang sangat signifikan.
Arah pergerakannya terkontaminasi dengan berbagai kepentingan yang meliputinya.
Sehingga arah perjuangannya menjadi biasa dan terkotak-kotak sesuai dengan kepentingan
masing-masing.
Sebagai mahasiswa yang memiliki dua status,
sebagai agen perubahan dan agen kontrol sosial kita harus berfikir kritis.
Karena se-awam apapun kita, bila mnyangkut kehidupan kita di masa depan
dipertahankan, kita harus mulai bisa mencerna dengan baik. Kenapa tiba-tiba
harga BBM tidak jadi dinaikan? Benarkah penundaan kenaikan harga BBM ini
benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat? Atau hanya permainan politik
yang ada untuk merenmgkuh kemenangan pada pemilu mendatang? Apa sebenarnya arti
dibalik polemik BBM ini?
Berangkat
dari keperihatinan ini maka bidang PTKP HMI Komisariat Tarbiyah ingin
memberikan sumbangsi melalui kegiatan Diskusi eksternal
dan lintas OKP di Lingkungan IAIN Walisongo Semarang. Dalam rangka menformat kembali demokrasi yang
ideal yang mampu memberikan kenyamanan bagi setiap elemen masyarakat yang
tidak hanya bagi kepentingan masing-masing golongan sebagai arah perjuangan mahasiswa sebagai agen control social dan agen
perubahan. Dengan tema “POLEMIK KENAIKAN HARGA BBM”.
B. Tema
Dalam acara diskusi ini kami mengambil
tema ” Polemik Kenaikan Harga BBM”
C. Maksud dan Tujuan
- Merefleksikan status mahasiswa sebagai agen kontrol sosial dan agen perubahan.
- Memformat kembali demokrasi yang ideal yang jauh dari kepentingan pribadi/ golongan.
- Menelaah kondisi Indonesia.
- Membangun soliditas antar OKP di lingkungan IAIN Walisongo Semarang.
- Mempererat hubungan silaturahmi antar OKP.
D. Out put / Manfaat Kegiatan
- Terefleksikannya status sebagai agen kontrol sosial dan agen perubahan dalam diri mahasiswa.
- Terwujudnya demokrasi yang ideal bagi setiap elemen masyarakat.
- Mengetahui bagaimana kondisi OKP di lingkungan IAIN Walisongo Semarang.
- Terbangunnya soliditas antar OKP di lingkungan Walisongo Semarang.
E. Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 18 april 2012
Waktu : 16.30 WIB
Tempat : Graha Bina Insani lt.II Jl.
Ringinsari II/06 Ngalian Semarang
F. Penyelenggara
Kegiatan
ini diselenggarakan oleh bidang PTKP HMI Komisariat Tarbiyah
G. Bentuk Kegiatan
Kegiatan berbentuk
Diskusi Interaktif antara pembicara dan peserta.
H. Sasaran Kegiatan
Kader OKP di lingkungan IAIN Walisongo Semarang.
I. Peserta, Pembicara, Moderator.
a.
Peserta. Peserta Diskusi adalah seluruh kader OKP di lingkungan IAIN Walisongo Semarang dan undangan.
b.
Pembicara.
Pembicara diskusi yaitu:
1.
Ketua Umum
HMI Kom. Tarbiyah, M. Chaezam.
2.
Ketua Umum
PMII Rayon Tarbiyah, M. Busro Asmuni.
3.
Formatur
CDIS, Ahmad Yusuful Adami.
4.
Direktur
srikandi, Malikhah.
c.
Moderator : M. Nur Fadli
J. Artikel
Pembicara membuat artikel yang relevan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Tema artikel dibagi menjadi 4,
yaitu:
1) HMI Kom. Tarbiyah “Polemik
kenaikan harga BBM, ditinjau dari segi Kapitalisme.”
2) PMII rayon Tarbiyah “Polemik
kenaikan harga BBM, ditinjau dari segi Hegemoni”
3) CDIS “Polemik kenaikan harga
BBM, ditinjau dari segi Elitis Politik ”
4) Srikandi “Polemik kenaikan
harga BBM, ditinjau dari segi Mahasiswa Sebagai Agen Kontrol Sosial”
2. Diketik rapi minimal 2 halaman
kertas A4, 1,5 spasi, dikumpulkan hari selasa dalam bentuk softfile.
K. Penutup
Demikian term of
reference ini kami buat sebagai acuan kegiatan yang dimaksud.
CP: Dewi muliana (085641243357)
0 komentar:
Posting Komentar